Wednesday, October 31, 2012

Kamu Dan Kepastian Semu

Kau buatku tertawa bahagia
Kau buat senyumku kembali bermakna
Kau juga yang buat aku kecewa
Tapi mengapa ku tetap cinta
Kuberi kau hati dan cintaku
Kumenungu tiap detik, tiap waktu
Kepastian semu dari dirimu
Andai kau tau kurindu kamu.....yang dulu

Hatiku hancur saat melepas dirimu
Melepas segala kenangan kau dan aku
Manisnya cinta dan kata yang terucap
Tak mampu kembalikan kisah yang dulu tercipta

Kini biarkan ku melangkah pergi
Jangan pernah pintaku tuk kembali
Simpan semua bujuk rayumu
Kau hancurkan aku
Kamu dan kepastian semu.....

Surat Cinta Berlabel Ganjil

1 “Cintaku yang besar, cintaku yang tulus,
2 telah hilang, menguap, dan kini rasa benciku
3 berkembang setiap hari. Ketika melihatmu,
4 aku tidak ingin lagi melihat wajahmu sedikitpun;
5 satu hal yang sungguh ingin aku lakukan adalah
6 mengalihkan mata ke gadis lain. Aku tak lagi ingin
7 menyatukan aku dan kau. Percakapan terakhir kita
8 sungguh, sungguh sangat membosankan dan tak
9 membuat aku ingin bertemu kau sekali lagi.
10 Selama ini, kau selalu memikirkan dirimu sendiri.
11 Jika kita bersama, aku tahu aku akan menemukan
12 hidupku menjadi sulit, dan aku tidak akan menemukan
13 kebahagiaan hidup bersamamu. Aku punya satu hati
14 untuk kuberikan, tetapi, sungguh, itu bukan sesuatu
15 yang ingin aku berikan untukmu. Tak ada yang lebih
16 bodoh dan egois daripada kamu, dan kamu tak pernah
17 memperhatikan, merawat dan mau mengerti aku.
18 Aku sungguh sangat berharap kamu mau mengerti
19 Aku berkata jujur. Kau akan baik sekali jika
20 kau anggap inilah akhirnya. Tidak usahlah
21 membalas surat ini. Surat-suratmu dipenuhi
22 hal-hal yang tidak menarik bagiku. Kau tak punya
23 cinta yang tulus. Sampai jumpa! Percayalah,
24 aku tak peduli lagi padamu. Jangan pernah berpikir
25 aku masih dan akan terus setia menunggumu.”

N.B :
—-Surat ini sengaja diberi angka di setiap barisnya, agar kamu bisa membedakan mana baris ganjil, mana baris genap. Bacalah baris-baris ganjil saja dan hapuslah baris-baris genapnya. Ini memang sebuah surat cinta yang ganjil.

Tagihanmu, Lunas!

Masih untuk kamu kok, si penghuni sebagian jiwa.
Tidak rugi memang memujamu, kamu seolah sempurna. Bagian mana yang tidak ku kagumi dari dirimu?
Mungkin saja kamu tidak sadar apa yang kamu lakukan sehingga bisa melunasi tagihanmu itu. Malam itu aku dan kamu terbawa arus cerita cinta. Aku bercerita tentang laki-laki yang menyita fikiranku selama satu tahun lebih itu. Aku ceritakan semua bagaimana aku terhipnotis, bagaimana aku bertekad untuk menunggu, semuanya ku ceritakan. Tapi tanpa kamu tau jika orang yang kusebut-sebut dalam ceritaku itu adalah kamu. Dan…..
“Tidak ada yang tidak mungkin, siapa tau nanti diberi kesempatan untuk bertemu dan jatuh cinta. Tetap semangat ya, semoga kamu berhasil menjalin cinta dengan pujaan hati itu”
Kamu tau apa yang aku lakukan saat membaca kalimat itu darimu? Aku lari ke cermin dan menepuk pipiku, ternyata itu bukan mimpi. Sekejap aku melompat, berbinar, kegirangan, kuciumi gulingku ini. Tubuhku rasanya seperti terlahir kembali. Semua kembali pada semangat awal. Mungkin bagi kamu itu cuma kata simpatik biasa kepada teman untuk menyemangati. Tapi kamu tau? Kata-kata itu seolah membuat musim gugur hatiku berakhir dan memunculkan musim semi. Berbunga, indah dan penuh cinta. Kamu tau kata-kata itu lah yang berhasil membuatku tidak tidur semalaman karna aku terus-terusan mengejanya melafalkan satu demi satu hurufnya.
Ah, andai saja kamu tau hal itu menjadi mungkin jika kamu menyadari akulah wanita yang sebagian jiwanya terisi oleh semua potret tentang kamu. Andai saja. Tapi aku tak mau memaksamu untuk tau jika aku yang berada di lubang kecil ini mengintipmu. Bukankah nanti waktu akan memihak padaku? Aku masih tetap diposisi yang sama dari satu tahun yang lalu. Masih di ruang hati yang penuh harapan, menunggu mu.
Jadi, sekarang aku nyatakan : LUNAS! Kata-katamu itu melunaskan semua tagihan-tagihanmu. Tinggalah yang nyaman disebagian jiwaku. Segera lapor padaku jika ada yang mengusikmu.

Some Pings Are Better Left Unsent

Dear you, piye kabare?
Sounds wrong? No, it’s all about the matter of cross culture understanding. Or, oh well, in other words, I don’t know how to say “how are you” in Japanese. Now you know.
How’s the journey, by the way? It’s been a while since the last time I text you. The last text that made you upset, the one which ended up with argument. I’m sorry :))
Do you know that since you left I’ve got this thing inside my heart needs to be done? Of course you don’t. You’re busy, too busy to bother me. Who am I anyway? Just a mere cameo who came into your moving pictures and left before the scene even ended. Nothing’s broken though. I don’t know why, but I’m not hurt. Of course there were some times when I feel like tempted to text you, but luckily, up to now I’m not insane enough to do that. Text-ing you first means giving up. I’ve promised myself not to let myself fall over again for the…, I can’t remember how many times.
The reason why I run to you, is because you seem to be the only one that listens and understands. You’re the only one that seems to care about what happens in my life without me even telling you. I only run to you, because you know what makes me smile and get my mind off things. But, I should have written those previous sentences in Past Tense. Yes, they were in the past. And now we’re apart. But somehow I’m not that hurt. I wonder why, and I wonder about you too. Your life might be great and you don’t need me now. I just want to thank you for putting up with me. And I’m sorry if I can’t repay you for any of that.
I sometimes find myself staring at your picture on my cell-phone’s screen, and wondering if I should text you or not. Always curious on what you’re doing, but too scared to ask. Wanting to text, but always ending up putting down my phone. So if you ever wonder why I never text you anymore, keep in mind that I want you to know I do that for my own good. I’m keeping this emotion I’m having to stay awesome. Like I’ve told you: I’m not hurt at all, even after you’re gone. I keep distance with a reason, but just because I’m avoiding you doesn’t mean I hate you. It means that I might still be wanting you, but I know that it isn’t right or I know nothing is going to happen. But who knows? Someday is a mystery.
So, forgive me for not text-ing you. Some pings are better left unsent, for the sake of my pride.

Menyapa Kenangan

Dear kenangan,
Kenangan, sudah berapa lama ya kamu bersemayam di benakku? Sepertinya selama seumur hidup ini pun kamu tetap akan lekat ya di benakku. Aku punya satu permintaan untuk kamu, penting. Aku harap kamu mau mengabulkan permintaan ku yang satu satunya ini.
Aku sejujurnya tak pernah ingin bermusuhan dengan siapapun.
Aku mencoba belajar ikhlas, dan sejauh ini sungguh lah memang ikhlas pelajaran tersulit di dunia ini.
Tolong dong, bantu aku melupakan hal dan orang yang ingin aku lupakan, bukan karena mereka buruk tapi karena aku memang harus melupakan mereka.
Hai memori,
sebenarnya aku tak ingin mengusirmu. Tapi kalau kau terus- terusan ada disini maka proses ikhlas itu menjadi sangat susah untuk dilakukan. Kau tahu, hanya memori yang bisa mengingat seseorang dengan masa lalunya. Hanya memori juga yang bisa membuat aku menjadi cengeng. Aku benci menjasi cengeng, aku sudah berjanji pada diri ku tak akan pernah lagi risau gundah gulana hanya karena sesuatu yang ingin ku lupakan.
Tak bisa kupungkiri memang kalau kau, si kenangan- kenangan itu tak selamanya buruk. Aku suka tersenyum kala mengingat masa- masa silam, tapi aku tak mau terlena. Itu racun buatku. Hari bahagia dulu seharusnya tak pernah boleh untuk diingat. Akan semakin sulit mencoba mengikhlaskannya kalau kau masih ada di pikiran ini.
Sumpah, terlalu indah semuanya untuk dilupakan. Ingin menangis rasanya ketika aku harus memaksa menghapus kamu, Kenangan. Aku harus melupakan sesuatu yang begitu pernah melekat dalam- dalam di hidup ini. Aku masih ingat, ceritanya, senyumannya, kegemarannya, keluh kesahnya, caranya bercerita, renyah tawanya, jokes garingnya, bahkan hadirnya seperti masih terasa kemarin berlalu.
Tolong, bantu aku melupakan semua itu. Bersediakah kau untuk tak pernah hadir lagi hadir dalam hidupku, kenangan?
Aku tidak memusuhimu, hanya saja sudah terlalu sulit untuk membuatmu pergi dariku, Kenangan.

Friday, June 15, 2012

Kata Dan Suara Sajak

Dear kamu,
Eksekusi kata dalam kamu, lebih dari sekedar sederhana. Berbingkai tautan mereka, terkemas sungguh apik.Aku selalu suka.
Menaburkan cinta dalam setiap kata-nya, meredam sebentuk luka.
Menyihir setiap pasang mata yang menyaksikannya. Aku pun termangu, entah kapan aku dapat sehebat kamu..
Buliran embun dalam kaca kaca bening, menyerbak menusuk. Memaksa masuk.
Seketika aroma hujan semerbak menerawang, menyergap dari bilik bisikku, berkata:
“Inilah kamu, satu pecinta kata yang meluluhkanku, menarikku dalam linimasamu, dalam setapak jejak goresan abjad demi abjad yang tak ternyana, membius banyak insan mata, aku pun luruh di dalamnya.”
Semoga kau tak jemu membaca seuntai kata kata sederhana dariku ini :)
Ngomong-ngomong, aku juga mengenal dunia sastra ini dari sesosok Teman, sama sepertimu. Ia yang mengajariku merajut kata, menuangkan cinta, dan menjadikannya makna.
Namun hampir beberapa tahun yang lalu, aku nyaris tak ingat, bagaimana menyatukan kata, memilahnya, serta membingkai mereka dengan cinta sederhana.
Dunia kata yang penuh pesona ini hampir saja terhapus dengan rutinitas mahasiswa baruku kala itu, aku nyaris putus asa. Aku sudah mencoba, tetapi yang kudapati hanyalah hampa. Sungguh tak ada sua yang dapat kusentuh. Tidak ada.
Beberapa masa setelah itu, aku menemukanmu, mendapati linimasa twittermu, dan mulai menjelajahi kawahluka. Lalu akhirnya memberiku secercah pengharapan, membuatku bangkit dari tidur lelapku dalam menulis, untuk mulai kembali bertekad menciptakan keajaiban kata, yang membuatku selalu terhanyut di dalamnya.
et Voila!
Usahaku tak sia belaka. Aku mulai bisa kembali ke dalam diriku yang dulu, kembali belajar meniti asa dengan rangkaian kata, dengan cinta sederhana.
Terima kasih, Terima kasih banyak :)
Penyair dua musim,
~ kkebe ~

Tuesday, March 27, 2012

Kepada Sang Waktu

Dear waktu,
Kepada jutaan detik, menit, dan jam yang telah berlalu tanpa hendak kembali…
Dari yang selalu menyesalimu, dan ingin kamu kembali lalu membeku…
Entah sudah berapa banyak hati yang menangisi betapa menyesalnya membiarkan sang waktu berlalu terlalu seenaknya. Betapa sang waktu berlalu tanpa mengenal kompromi. Entah sudah berapa butir angka yang bergulir tanpa mau berhenti pada jam analog kami. Entahlah….
Detik, entah sudah berapa kali kamu berkumpul lalu berubah menjadi menit. Sudah berapa kali menit berkumpul untuk kemudian menjadi jam. Kumpulan jam yang menjadi hari selalu kami lalui tanpa jeda. Ada kiranya kalian memberikan kami ruang, rehat sejenak, dan menata ulang serpihan kejadian yang berujung penyesalan.
Sudah 17 tahun aku menapaki bumi bundar ini. Tapi kamu tahu? Angka belasan yang tahun depan akan berubah dengan kepala dua, bahkan bukanlah waktu yang cukup untukku mengelilingi bumi bulat ini. Betapapun kulihat waktu hanya terdiri dari 12 angka dalam 1 putaran. Sangat berharga.
Aku yang beranjak besar bersama teman-temanku. Kami yang menata tahun-tahun emas kami bersama, kini sudah menapaki jalan setapak menuju cita kami. Tidakkah kamu lihat betapa kamu sangat sering melewatkan perkembangan kami satu sama lain? Tidakkah kamu iba melihat kami yang berkembang tanpa saling betul-betul mengenal satu dan lainnya?
“Waktu berjalan sangat cepat, bahkan terlalu cepat. Banyak moment yang sudah kita buat, lalu terlupa. Banyak kisah yang sudah tertinggal, sementara waktu tidak memberikan izin untuk kami mengambilnya, kembali”
Dengar kan? Sudah berapa juta hati yang menangis, hancur, lebur, tak terukur karena butiran-butiran waktu. Sudahkah kamu melihat ada berapa banyak butir airmata yang terjatuh karena menyesal? Menyesali waktu yang berjalan terlalu cepat. Pasti belum.
Aku, bahkan sempat menitikan setitik bening saat melihat sepupuku yang seumuran denganku, kini sudah menjemputku untuk pergi. Menyetiri kami. Lihat kan betapa banyak waktu yang telah lewat bahkan aku tidak tahu bagaimana jatuh-bangunnya dia belajar mobil.
Sudah terlalu banyak waktu yang terbuang. Lantas bisakah aku mendaur ulang waktu-waktu tersebut? Bisakah aku membuang waktu-waktu berharga tersebut pada tempat yang tepat? Bisakah?
Satu pinta manusia yang sangat sederhana, “Bisakah aku kembali pada masa di mana semuanya tidak serumit sekarang? Lalu bisakah aku membekukan semua moment sederhana namun berharga itu?”
Detik, menit, jam…
Biarkanku pungut serpihan kalian, lantas kubawa pulang,
Biarkan kubekukan kalian, lalu kunikmati segala kesederhanaan kalian jengkal demi jengkal,
Dan biarkan kumulai kalian kembali pada masa terindah itu, biar kutata kembali langkah-langkah kecil agar tak ada lagi waktu yang tercecer….
Mau kah?
Kau kembali?
Memberikanku kesempatan?
Yang kedua?
Tertanda,
Yang meleburkan, membuangkan, dan memungut serpih demi serpih dirimu.
Penyair dua musim,
~ kkebe ~

Monday, March 26, 2012

"KITA" Dulu, Sekarang, Nanti

Dear you,

Ada satu pepatah yang ingin aku sampaikan untukmu.

Verus amicus amore more ore re cognoscitur

True friend becomes known in the love, the disposition, the speeches, the deeds

Sebuah pepatah latin yang dahulu dikenalkan oleh salah seorang kawan. Pada saat itu yang dikenalkan padaku adalah amore more ore re saja, tapi yang ini lengkapnya. Seorang teman sejati diketahui cintanya, ketetapan pemikirannya, perkataannya, dan tindakannya kepada kita.

Dear you,

Kamu menyebalkan, kamu keras kepala, kamu tahu entah berapa kali kamu tahu bahwa seringkali aku marah dan pada titik ingin membencimu. Aku tahu kamu, pun kamu tahu aku seperti apa, dan karena itu kamu bisa sangat menyebalkan dan kamu sangat bisa membuatku kesal, karena kamu tahu aku ini seperti apa.

Kamu harus tahu, karena kamu aku bisa berkembang, karena kamu aku bisa banyak belajar, karena kamu aku bisa tahu kesalahanku. Aku membenarkan pepatah yunani diatas, seandainya kamu membenci aku tidak akan kamu sedemikian menyebalkan menasehati dan mendebat aku, jika kamu membenci aku akan aku lihat ketetapan pemikiranmu untuk menghentikan langkahku, untuk mengubah pemikiranku. Dan tindakanmu, apa yang bisa lebih konkret menjelaskan bahwa kamu mencintaiku

Penyair dua musim,
~ kkebe ~

Tuesday, January 17, 2012

Senyum Yang Kembali Bernyawa

Dear kamu yang selalu menjadi matahariku,

Sejak awal bertemu, aku tak pernah berpikir jika kau akan menjadi sepenting sekarang ini dalam perjalanan hidupku. Mungkin dalam buku tentang kisah hidupku ku jalani dari bab ke bab, namamu, kisahmu, kisah kita, akan tertulis lebih banyak. Aku berharap kamu bukan hanya sekedar menghiasi lembaran-lembaran kisah hidupku. Aku berharap di akhir buku itu, masih ada namamu, masih ada kisahmu, masih ada kamu yang selalu setia menemaniku. Layaknya sebuah kalimat perlu titik, aku juga butuh kamu menjadi akhir dari kisah kehidupanku.

Pagi berganti pagi. Malam menjelang, esok tiba lagi. Tiap kali ku lihat sinar hangat sang mentari pagi, aku selalu teringat seseorang penuh kehangatan, yang senyumnya tak pernah sekalipun gagal membuat hatiku luluh tak berdaya, yang setiap ucapan dari bibir mungilnya tak sekalipun pernah buat aku kecewa. Ya, kamu! Taukah kamu akan ketidakberdayaanku saat berada di sampingmu? Entah mengapa. Tapi, apa peduliku? Akan kututkar apapun hanya untuk sekedar mendapat kesempatan luar biasa untuk dapat melihat senyum yang sederhana itu.

Hadirmu ibarat buah tangan waktu, kepada rindu yang patuh menunggu. Ah, mungkin memang aku harus berteman jarak. Bagaimana tidak, karena dengan begitu aku bisa mengerti tentang arti kata rindu. Ya, jarak memang mengajarkan betapa pentingnya tiap detik kesempatan. Aku tau rindu. Dia sering mengingatkan aku padamu, teman yang baik memang. Rindu adalah kobaran api yang menari-nari di sulut sepi. Rindu adalah aku yang dikalahkan oleh ketiadaanmu. Rindu adalah memaklumi kekurangajaran jarak&waktu. Rindu mengajari kita yang bersatu untuk menghargai masa-masa berdua. Kini atau nanti, merindukanmu hanya akan membuat ingatanku di ayun-ayun sepi. Memang, aku merindukanmu yang bahkan kau pun tak tau keberadaanku. Sesederhana itu.

Tanpa saling mengucap namun kita menyimpan rindu penuh harap. Tanpa saling mendekat namun kita merasakan cinta yang datang terlambat. Tanpa saling merangkai kata namun kita saling menyirat makna. Tanpa saling peduli namun kita selalu bertemu dalam mimpi. Tanpa saling mengusik kita bisa merasakan cinta yang tlah lama berbisik. Tanpa saling memperdulikan kita bisa merasakan perasaan saling menginginkan. Tanpa saling mengungkapkan tapi kita bisa merasakan hati yang saling memikirkan. Tanpa saling berjanji kita bisa merasakan keinginan untuk menanti. Tanpa saling melihat kita bisa merasakan hati yang telah terikat. Tanpa saling memiliki kita bisa merasa bahagia. Tanpa saling menunggu kita bisa merasakan cinta yang tak diburu waktu. Tanpa mengeluarkan suara kita bisa merasakan hati yang seirama. Tanpa saling terbuka kita bisa merasakan cinta yang terselip diantara canda tawa. Tanpa saling bertatap muka kita bisa merasakan rindu yang tak seharusnya ada. Tanpa saling bicara kita bisa merasakan hal biasa yang terasa luar biasa.

Aku belajar merasa apa yang mati rasa, atas asa yang menjadi basa dan biasa, tapi tampaknya batinku hilang kuasa. Aku belajar mendengar yang tak mampu ku dengar, semisal debar, muasal getar, apa yang membuat rindu tak lagi sabar. Aku belajar melihat yang kadang tak terlihat, dari isyarat hingga gelagat, mataku mencatat keindahan yang lamat-lamat.

Jujur saja, bagiku menunggu itu membosankan, dan sungguh aku benci untuk melakukan itu. Tapi jika menunggumu adalah hal terbodoh yang aku lakukan, anggap saja aku tidak pandai dalam hal ini. Aku tau, kau tak akan pernah mengerti betapa spesial nya kamu di mataku. Mungkin, caraku memahamimu berbeda dari kebanyakan orang. Jangan salah. Itu caraku menyimpan kenangan dan rindu secara bersamaan dalam sudut-sudut ruang hatimu. Kelak, saat kau mencariku, berbaliklah! Aku masih di sini. Aku tetap di sini. Aku selamanya menunggumu di sini. Aku tak peduli seberapa jauh, ataupun seberapa lama kau pergi, saat kamu kembali, kamu akan selalu menemukanku di sini.
Terima kasih, kamu yang begitu sederhana, yang membuat senyumku kembali bernyawa.