Dear waktu,
Kepada jutaan detik, menit, dan jam yang telah berlalu tanpa hendak kembali…
Dari yang selalu menyesalimu, dan ingin kamu kembali lalu membeku…
Entah sudah berapa banyak hati yang menangisi betapa menyesalnya
membiarkan sang waktu berlalu terlalu seenaknya. Betapa sang waktu
berlalu tanpa mengenal kompromi. Entah sudah berapa butir angka yang
bergulir tanpa mau berhenti pada jam analog kami. Entahlah….
Detik, entah sudah berapa kali kamu berkumpul lalu berubah menjadi
menit. Sudah berapa kali menit berkumpul untuk kemudian menjadi jam.
Kumpulan jam yang menjadi hari selalu kami lalui tanpa jeda. Ada kiranya
kalian memberikan kami ruang, rehat sejenak, dan menata ulang serpihan
kejadian yang berujung penyesalan.
Sudah 17 tahun aku menapaki bumi bundar ini. Tapi kamu tahu? Angka
belasan yang tahun depan akan berubah dengan kepala dua, bahkan bukanlah
waktu yang cukup untukku mengelilingi bumi bulat ini. Betapapun kulihat
waktu hanya terdiri dari 12 angka dalam 1 putaran. Sangat berharga.
Aku yang beranjak besar bersama teman-temanku. Kami yang menata
tahun-tahun emas kami bersama, kini sudah menapaki jalan setapak menuju
cita kami. Tidakkah kamu lihat betapa kamu sangat sering melewatkan
perkembangan kami satu sama lain? Tidakkah kamu iba melihat kami yang
berkembang tanpa saling betul-betul mengenal satu dan lainnya?
“Waktu berjalan sangat cepat, bahkan terlalu cepat. Banyak moment yang
sudah kita buat, lalu terlupa. Banyak kisah yang sudah tertinggal,
sementara waktu tidak memberikan izin untuk kami mengambilnya, kembali”
Dengar kan? Sudah berapa juta hati yang menangis, hancur, lebur, tak
terukur karena butiran-butiran waktu. Sudahkah kamu melihat ada berapa
banyak butir airmata yang terjatuh karena menyesal? Menyesali waktu yang
berjalan terlalu cepat. Pasti belum.
Aku, bahkan sempat menitikan setitik bening saat melihat sepupuku yang
seumuran denganku, kini sudah menjemputku untuk pergi. Menyetiri kami.
Lihat kan betapa banyak waktu yang telah lewat bahkan aku tidak tahu
bagaimana jatuh-bangunnya dia belajar mobil.
Sudah terlalu banyak waktu yang terbuang. Lantas bisakah aku mendaur
ulang waktu-waktu tersebut? Bisakah aku membuang waktu-waktu berharga
tersebut pada tempat yang tepat? Bisakah?
Satu pinta manusia yang sangat sederhana, “Bisakah aku kembali pada masa
di mana semuanya tidak serumit sekarang? Lalu bisakah aku membekukan
semua moment sederhana namun berharga itu?”
Detik, menit, jam…
Biarkanku pungut serpihan kalian, lantas kubawa pulang,
Biarkan kubekukan kalian, lalu kunikmati segala kesederhanaan kalian jengkal demi jengkal,
Dan biarkan kumulai kalian kembali pada masa terindah itu, biar kutata
kembali langkah-langkah kecil agar tak ada lagi waktu yang tercecer….
Mau kah?
Kau kembali?
Memberikanku kesempatan?
Yang kedua?
Tertanda,
Yang meleburkan, membuangkan, dan memungut serpih demi serpih dirimu.
Penyair dua musim,
~ kkebe ~
No comments:
Post a Comment